Powered By Blogger

Rabu, 23 Maret 2011

Gara-gara Update Status


Gara-gara Update Status
Oleh : Niira Annisaa

            Mungkin sekarang semua orang sedang gila dengan dunia maya. Jelas saja, semua hal bisa diakses dengan mudahnya melalui internet, ditambah lagi kecanggihan teknologi yang juga mendorong kepesatan laju teknologi informasi terkini. Begitu juga aku, aku menyadari sekali bahwa sekarang aku sedang kecanduan mengakses situs pertemanan yang sangat terkenal yaitu facebook dan jutaan situs lainnya.
            Seminggu yang lalu, Ayah baru saja memasang jaringan internet di rumah. Wajar saja kalau kini aku jadi mabuk dunia maya, setiap malam aku selalu menyempatkan diri untuk berselancar di lautan situs-situs ternama seperti facebook, twitter, yahoo, dan google. Aku merasa mendapatkan banyak keuntungan melalui situs-situs tersebut, punya banyak teman, bertambah wawasan, bahkan melalui situs-situs itu aku bisa menjadi anak yang lebih ‘gaul’. Tapi nampaknya manfaat-manfaat itu sempat terpeleset menjadi malapetaka melalui sebuah kisah yang menimpaku beberapa waktu lalu.
            Hari itu aku membuka account facebook-ku untuk sekedar meng-update status dan membalas beberapa wall. Waktu itu aku sedang mati ide untuk membuat status baru, akhirnya aku memutuskan untuk melihat beberapa profil milik orang terdekat, termasuk membuka facebook Ditya, mantan kekasih sepupuku.
            Ku kuliti habis profilnya karena ada rasa penasaran juga dalam diriku. Ada angin yang pernah mengabarkan bahwa setelah putus dengan sepupuku, Ditya kembali dekat dengan mantan pacarnya yang bernama Rachel. Aku cari wall dari Rachel kepada Ditya lalu meng-klik pilihan see wall-to-wall.
            Aku cukup terkejut membaca wall-to-wall mereka. “Gila! Ternyata bukan isu kalau mereka mau balikan!” gerutuku dalam hati. Mendadak aku jadi benci kepada Ditya yang sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Aku yang terbawa emosi, akhirnya mendapat ide baru untuk status baruku. Ku buka home facebook-ku lalu menulis sebuah status: “Kalau gue jadi DIA (1), gue pasti sakit hati banget. Diputusin sama DIA (2) yang ternyata mutusin karena mau balikan sama DIA (3)! Kalau emang masih sayang and pengen balikan sama DIA (3), harusnya DIA (2) nggak usah pernah nembak DIA (1)!”
Lalu setelah selesai memasang status baru itu, segera ku log-out account-ku itu.
***
            Waktu menunjukkan pukul 20.05, aku sedang bergulang-guling diatas kasur sambil ber-googling ria melalui handphone-ku. Tiba-tiba ada sebuah sms masuk. “Ditya?” aku sangat kaget ketika melihat nama kontak Ditya yang muncul di layar handphone-ku. Kubuka smsnya.
Maaf kak, saya tersinggung dgn status kakak yg kakak buat 8 jam lalu. Saya harap kakak tidak pernah menuduh dan membicarakan saya dibelakang!
Mataku terbelalak membaca pesan yang dikirimnya. Aku kaget, tak menyangka bahwa Ditya akan membaca statusku itu, walaupun jauh dalam hati aku berharap ia membacanya. Sedih bercampur emosi meluap-luap dalam diriku. Aku sedih karena hubunganku dengan Ditya pasti akan rusak setelah ini, emosi karena aku makin yakin bahwa Ditya memang telah berbohong padaku tentang alasannya untuk memutuskan Dila, sepupuku. “Kalau dia nggak mau balikan sama Rachel, kenapa dia harus merasa tersinggung sama status gue??” ucapku geram dalam hati.
            Aku yang merasa sakit hati dengan sms-nya segera membalas dengan emosi yang masih menyelimuti.
“Hah? Emang yg kayak gitu disebut ngomongin dari belakang? Hey Dit, udah jelas banget bukti-buktinya! Nggak usah ngelak lagi deh!”
Tak butuh waktu banyak untuk menunggu balasan darinya, tak sampai 5 menit Ditya sudah membalas sms-ku.
“Facebook? Facebook buktinya? Itu nggak akurat banget kali kak, saya sama Rachel nggak ada apa2, cuma teman dekat, itu aja. Sekarang terserah kakak mau bagaimana. Apa perlu saya me-remove facebook kakak dari friend list saya supaya kejadian seperti ini nggak terulang lagi??”
“Sumpah demi apa dia sampai mau nge-remove facebook gue??” kurang lebih ucapan itu yang ada di benakku saat membaca balasan sms dari Ditya. Aku benar-benar tidak menyangka bahwa status itu akan membawaku dalam keadaan serumit ini. Aku tak peduli jika Ditya me-remove-ku dari teman facebook-nya, tapi aku sangat takut jika Ditya me-remove-ku sebagai seseorang yang dianggapnya seperti kakak sendiri.
            Air mataku jatuh, membasahi bantal yang kini sedang kupeluk. Aku tidak membalas sms Ditya dengan banyak basa-basi. Aku hanya membalas: “Silahkan”, walaupun sejujurnya aku tidak ingin Ditya menghapus account-ku dari friend list-nya. Dengan cepat aku buka account facebook-ku melalui handphone dan mengecek apakah Ditya benar-benar me-remove account-ku. Ternyata benar, Ditya melakukannya.
            Emosi dan rasa sedih itu saling beradu dalam hatiku. Entah siapa yang menang dan menguasai hatiku, tapi rasanya kedua perasaan itu sangat menekan mentalku dan membuat aku jatuh. “Ditya pasti benci banget sama gue! Bodoh! Bodoh banget sih gue sampai bikin status kayak gitu cuma karena emosi sesaat!! Aaaarrrrrgh!” teriak batinku.
Perang batin itu terus berkecamuk dalam hatiku, antara sedih menatap hubunganku dengan Ditya yang diujung tanduk dan emosi yang timbul karena perlakuan Ditya terhadap Dila.
            Aku jadi ingat bagaimana akrabnya aku dengan Ditya dulu. Waktu Ditya sedang pedekate sama Dila, aku yang mengantar mereka nonton. Memang tidak enak juga ternyata jadi ‘kambing conge’ saat itu, tapi aku tetap bahagia bisa melihat Ditya dan Dila bahagia. Ada lagi hal lain yang mungkin membuat aku menjadi sedih dengan kejadian ini. Dulu Ditya pernah mengatakan bahwa aku sangat berarti untuknya. Terlebih lagi aku sudah dianggapnya sebagai kakak sekaligus teman sharing yang baik.
***
            Setelah kejadian itu, hubungan aku dengan Ditya benar-benar rusak. Mungkin Ditya tidak pernah menganggap aku seperti kakaknya lagi, dan cenderung menganggap aku sebagai orang yang suka mencampuri urusan orang lain. Tapi aku tidak peduli seperti apa dia memandangku, aku tetap menganggap Ditya seperti adikku sendiri.
            Suatu waktu aku pernah mengirim ucapan maaf kepada Ditya perihal statusku itu yang mungkin memang menyinggung perasaannya. Namun Ditya hanya membalas smsku dengan emoticon senyum, yang bagiku mengisyaratkan bahwa ia tak ingin lagi berkomunikasi denganku kecuali dalam hal penting. Aku pernah beberapa kali mengirim sms kepadanya, namun tidak dibalas. Aku akhirnya sadar, bahwa hubunganku dengan Ditya sudah benar-benar hancur, dan kini kami hanya sebatas seorang kakak dan adik kelas.
***
            Kini, dari kejadian itu aku banyak belajar tentang pentingnya mengontrol emosi sesaat. Seharusnya aku tidak sembarangan dalam meng-update status facebook-ku, dan menuangkan emosi dalam sebuah status apalagi berniat-niat kecil untuk menyindir seseorang. Aku juga harus berhati-hati dan bijak dalam menggunakan fasilitas di dunia maya. Buktinya hanya gara-gara update status, aku sampai harus kehilangan seseorang yang sudah terlanjur aku anggap seperti adikku sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar